Di antara semua jurusan di dunia pendidikan, mahasiswa musik mungkin salah satu yang paling unik.
Mereka bukan sekadar belajar teori dan teknik, tapi hidup di antara ritme, kelelahan, dan mimpi yang tak pernah padam. Mereka dikenal sebagai kaum yang kurang tidur, namun anehnya, justru memiliki banyak ‘mimpi’.
Dunia di Balik Nada dan Kantuk
Setiap malam, kampus musik berubah menjadi ruang tanpa waktu.
Suara piano terdengar dari ruangan praktek, sementara di sudut kampus lain ada yang masih menyusun partitur dan biolanya untuk menyiapkan bahan mayor atau konser besok pagi. Jam menunjukkan pukul 2 dini hari, tapi semangat mereka belum juga padam.
Bagi mahasiswa musik, tidur sering kali menjadi kemewahan. Persiapan konser pembelajaran, ujian instrumen, dan konser kecil antar jurusan membuat waktu istirahat menjadi barang langka.
Namun di balik kantung mata yang menghitam, tersimpan keyakinan yang tak tergoyahkan, bahwa semua latihan itu akan membawa mereka lebih dekat dengan ‘mimpi’ yang mereka kejar.
Hidup di Antara Ideal dan Realita
Sebagian besar mahasiswa musik datang dari latar belakang sederhana. Mereka bukan anak konglomerat, bukan pula keturunan musisi besar. Mereka adalah anak-anak yang rela menukar kenyamanan demi kesempatan. Setiap alat musik, setiap jam latihan, bahkan setiap kesalahan nada adalah bagian dari proses panjang menuju panggung impian.
Tidak jarang, mereka harus berjuang di tengah keterbatasan. Alat musik pinjaman, ruang latihan sempit, hingga tidur di kampus karena tugas belum selesai, semua itu jadi bagian dari perjalanan.
Namun di situlah justru lahir mental baja, keuletan, dan karakter seniman sejati.
Mahasiswa musik tidak diajarkan sekadar bermain instrumen, tapi juga belajar bertahan hidup dengan semangat dan keyakinan.
Kurang Tidur, Tapi Banyak ‘Mimpi’
Paradoks terbesar dari mahasiswa musik adalah ini: semakin mereka kelelahan, semakin kuat pula ‘mimpi’ mereka tumbuh. Di saat orang lain terlelap, mereka justru sedang berlatih. Di saat dunia sunyi, mereka menulis lagu, menciptakan aransemen, atau menyiapkan proyek musik yang mungkin hanya akan didengar oleh segelintir orang, tapi bagi mereka, itu berarti segalanya.
‘Mimpi’ bagi mahasiswa musik bukan sekadar cita-cita untuk terkenal. ‘Mimpi’ adalah keyakinan bahwa karya bisa mengubah hidup, bahwa musik bisa menyentuh hati banyak orang. Mereka tahu jalan ini tidak mudah — tapi siapa bilang harmoni hanya lahir dari kenyamanan?
Tentang Makna ‘Mimpi’ yang Sesungguhnya
Waktu mengajarkan bahwa ‘mimpi’ bukan sesuatu yang hanya dimiliki mereka yang sedang tidur. ‘Mimpi’ justru milik mereka yang berani bangun dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Begadang bukan hanya tentang melawan kantuk, tapi tentang melawan rasa malas, rasa takut, dan rasa tidak cukup.
Mahasiswa musik tahu betul: tidak ada lagu yang selesai tanpa latihan, tidak ada konser yang sempurna tanpa proses, dan tidak ada ‘mimpi’ yang terwujud tanpa perjuangan.
Mereka belajar bahwa lelah adalah bagian dari musik kehidupan.
Bahwa setiap nada yang mereka mainkan adalah bentuk nyata dari perjuangan mereka untuk tetap hidup di jalur yang mereka pilih sendiri.
Harmoni dari Kurangnya Tidur
Paradoks mahasiswa musik bukan sekadar lelucon kampus. Mereka adalah potret nyata perjuangan generasi yang hidup di antara kelelahan dan harapan. Mereka yang kurang tidur, tapi justru punya banyak ‘mimpi’. Mereka hidup dengan ritme yang tidak normal, tapi punya tujuan yang luar biasa normal: ingin didengar, ingin dimengerti, dan ingin karyanya dikenang.
Dan dari semua pelajaran yang bisa dipetik, satu hal yang paling membekas:
Untuk mewujudkan ‘mimpi’, justru jangan banyak tidur.
Bangun dari kasur dan 'bermimpilah'.
