22 August 2025

Kamu Terlalu Bercanda Sebagai Cendekiawan Musik

 

Ilmu Musik di Bangku Kuliah: Dampaknya untuk Siapa? Banyak mahasiswa musik diajarkan teori kontrapung, analisis tonalitas, hingga filsafat seni. Namun, pertanyaan krusialnya: apakah semua itu berdampak pada masyarakat? Atau sekadar menjadi pengetahuan yang indah untuk ditulis di skripsi, lalu dilupakan setelah wisuda?


Dari Kelas ke Dunia Nyata

Di kelas, kita bicara harmoni. Di luar, musisi jalanan hanya ingin senarnya tidak putus. Konteks sosial seringkali hilang dalam pendidikan tinggi musik, karena lebih sibuk pada gengsi akademik daripada kontribusi nyata.



Pergeseran Fungsi Lulusan Perguruan Tinggi

Hari ini, lulusan musik tidak lagi identik dengan “agen perubahan.” Lebih sering fungsinya bergeser ke arah penyelamatan diri: mencari gaji tetap, menambah gelar, dan mengamankan status sosial.


Gengsi Akademik yang Menjebak

“Gelarku lebih panjang dari namaku.” Itulah sindrom yang menjangkiti sebagian cendekiawan musik. Gelar bukan lagi alat untuk membangun masyarakat, melainkan baju kebesaran untuk dipamerkan.


Alibi Mengajar demi Perut Sendiri

Mengajar tentu mulia. Tetapi ketika tujuan utama hanya gaji, sementara retorika di kelas selalu “demi bangsa,” maka itu sama saja bercanda. Jujur saja: lebih banyak yang diselamatkan adalah dompet pribadi, bukan kondisi musik nasional.



Dunia Industri Musik Tidak Menunggu

Di era digital, musik berkembang di YouTube, TikTok, dan Spotify. Para kreator muda belajar otodidak, menabrak teori, tetapi karyanya lebih relevan dengan masyarakat.


Akademisi yang Sibuk Berdebat

Sementara itu, sebagian akademisi masih berdebat soal “apakah tonalitas sudah mati,” padahal masyarakat sudah lama asyik dengan musik tanpa peduli teori.


Hiperealitas dan Realita

Industri musik hidup di panggung hiperealitas—media sosial. Ironisnya, panggung ini jarang disentuh serius oleh para cendekiawan musik.



Solusi: Cendekiawan Musik Jangan Hanya Bercanda

Tentu tidak semua akademisi demikian. Ada segelintir yang benar-benar terjun ke masyarakat, mengajar anak-anak di desa, atau membuka akses belajar musik murah. Namun itu minoritas.


Dari Gelar ke Aksi

Gelar seharusnya bukan sekadar dekorasi CV. Ia harus diwujudkan dalam karya nyata: membuka ruang edukasi, menghadirkan musik sebagai terapi, dan menjadikan musik profesi yang layak.


Ingat, Musik untuk Publik

Masyarakat tidak butuh pidato panjang. Mereka butuh solusi nyata: bagaimana musik bisa mengubah hidup sehari-hari.



Penutup: Kamu Terlalu Bercanda

Jika gelar hanya untuk diri sendiri, maka benar kamu terlalu bercanda sebagai cendekiawan musik. Dunia musik terus bergerak, dengan atau tanpa kontribusimu.