30 January 2025

Lulus Sarjana Musik: Hadir Memberikan Solusi (untuk Perutnya Sendiri)


Empat tahun (atau lebih, kalau skripsi macet) bergelut dengan partitur, latihan instrumen hingga jari kapalan, memahami harmoni yang kompleks, serta menghapal sejarah musik dari Barok sampai Kontemporer. Lalu tibalah hari wisuda. Toga dipakai, foto diambil, dan ijazah diterima—sebuah dokumen yang dengan bangga menyatakan: Sarjana Musik.


Namun, begitu prosesi usai, satu pertanyaan besar muncul dari keluarga besar dan masyarakat:
"Jadi kerja apa setelah ini?"


Ketika Jurusan Musik Dianggap ‘Hobi yang Mahal’

Sarjana teknik dianggap cerdas, sarjana hukum dianggap berwibawa, sarjana kedokteran dianggap pahlawan. Tapi sarjana musik? "Oh, jadi guru les, ya?"


Memilih jurusan musik sering dianggap hanya sebagai perpanjangan dari hobi yang terlalu serius. Tak sedikit yang beranggapan, "Kalau nggak bisa bikin solusi besar, buat apa ambil jurusan ini?" Seolah-olah satu-satunya cara agar musik dianggap serius adalah dengan menciptakan simfoni yang menyelamatkan dunia dari kehancuran.


Padahal, tanpa musik, hidup ini akan hampa. Tapi ironisnya, meski setiap acara selalu membutuhkan musik, lulusannya tetap harus membuktikan bahwa mereka juga berhak hidup layak.


Solusi Pertama: Berkarier atau Berjuang Sendiri?

Mimpi awalnya ingin menjadi komponis besar, konduktor hebat, atau musisi ternama. Tapi realitanya? Lapangan pekerjaan bagi sarjana musik itu ibarat hidden level di video game—ada, tapi harus dicari mati-matian.


Pilihan yang ada biasanya:

  • Menjadi guru musik – Profesi paling masuk akal, meskipun tetap harus menjelaskan ke orang awam bahwa mengajar musik butuh lebih dari sekadar "bisa main gitar."
  • Jadi musisi panggung – Kalau beruntung bisa masuk industri, kalau tidak, minimal bisa main di acara nikahan.
  • Masuk dunia akademik – Harus kuliah lagi biar bisa jadi dosen, meskipun orang tetap akan bertanya, "Terus nanti kerja apa?"
  • Bekerja di industri musik – Kalau bukan anak label atau punya koneksi kuat, bersiaplah bersaing dengan ribuan musisi lain yang juga ingin sukses.
  • Membuka usaha sendiri – Dari studio rekaman sampai jualan efek gitar handmade, pokoknya apa pun yang bisa bikin dapur tetap ngebul.

Solusi Kedua: Nasionalisme Dimulai dari Dompet yang Sehat

Dulu, cita-citanya ingin "mengedukasi masyarakat tentang musik yang berkualitas." Namun, setelah menyadari bahwa edukasi butuh waktu lama sementara tagihan kos datang setiap bulan, idealisme pun diuji.


Tak sedikit sarjana musik yang akhirnya mengambil pekerjaan jauh dari bidangnya:

  • Jadi editor video, karena setidaknya masih ada hubungannya dengan seni.
  • Masuk ke dunia marketing, karena tahu cara membuat jingle yang catchy.
  • Bekerja di industri kreatif, karena musik dan desain sering berjalan beriringan.
  • Atau kalau semua gagal, jualan kopi sambil tetap bermimpi suatu hari bisa punya studio sendiri.

Musik Adalah Hidup, Tapi Hidup Butuh Makan

Tidak semua orang bisa menjadi musisi terkenal atau komponis besar. Tapi bukan berarti sarjana musik tidak berguna. Jika selama ini orang menganggap jurusan ini tidak memberikan solusi besar, mungkin karena dunia masih belum siap mengakui bahwa solusi tidak selalu harus berbentuk sesuatu yang bisa dihitung dengan angka.


Karena di balik semua ini, satu kebenaran tetap ada: musik membuat hidup lebih indah. Dan yang lebih penting, musik bisa menjadi sumber penghasilan—asal tahu cara membaca nada kehidupan dengan tepat.