22 November 2021

Memahami Harmoni dan Melodi Lebih Dalam

 


Pembahasan tentang harmoni dan melodi dalam musik memang tidak pernah selesai dalam sekali pembahasan. Baik dalam ranah musisi amatir, profesional, praktisi, dan akademisi, pembahasan tentang harmoni dan melodi selalu punya ruang untuk dieksplorasi. Pada dasarnya baik harmoni dan melodi merupakan unsur musik yang penting dan dipertimbangkan diantara unsur musik lainnya. Oleh sebab itu manusia sebagai insan intelektual berupaya menggali lebih dalam dua unsur musik ini, baik dalam pendekatan logika maupun estetika. Sebelum melanjutkan pembahasan tentang pemahaman saya terkait harmoni dan melodi, kita perlu mengetahui dahulu terminologi dari harmoni dan melodi berdasarkan sumber terpercaya.


Merriam Webster memaknai harmoni sebagai kombinasi nada musik yang berbeda dan dimainkan atau dinyanyikan pada saat yang bersamaan untuk menghasilkan suara yang indah didengar. Berdasarkan sumber yang sama melodi diartikan sebagai urutan atau susunan suara yang indah atau menyenangkan. Makna lain melodi juga diartikan sebagai susunan ritmis dari nada-nada tunggal yang diatur sebagai obyek estetika. Melalui pandangan dari Merriam Webster sebenarnya sudah cukup untuk memaknai harmoni dan melodi, namun sebagai mahasiswa musik kita diberi ruang yang lebih bebas untuk menerjemahkan kedua unsur musik ini bahkan pada perspektif yang lebih dalam.


Sebagaimana kita tahu harmoni dan melodi merupakan sebuah obyek yang bisa dipandang sebagai obyek konkret maupun abstrak. Bagaimana bisa, mari kita pahami lebih dalam. Obyek konkret merupakan obyek yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia sedangkan obyek abstrak merupakan obyek yang hanya ada di pikiran kita tanpa harus membuktikannya secara inderawi. Harmoni dan melodi jika dipandang sebagai gelombang bunyi yang mampu ditangkap oleh telinga maka keduanya dapat dianggap sebagai obyek konkret, namun jika harmoni dan melodi dipandang menggunakan kacamata seni, maka harmoni dan melodi merupakan obyek abstrak.


Harmoni dan melodi ditransformasikan dalam metafora spasial (visual) agar dapat ditulis di paranada sebagai media dua dimensi. Beberapa ahli memaknai harmoni sebagai susunan nada secara vertikal dan melodi secara horizontal. Kita sebagai pemikir diperbolehkan berandai-andai jika baik harmoni dan melodi tidak bisa dipandang sesederhana perspektif dua dimensi saja. Berangkat dari mempelajari teori musik modern seperti teori musik spasial dan teori musik transformasi geometri, baik harmoni dan melodi tidak terbatas akan kartesius x dan y seperti yang dibicarakan para teoretikus musik Klasik (konvensional). Kita boleh saja menganggap harmoni dan melodi ditempatkan pada sumbu z pada dimensi ketiga (susunannya ke dalam) atau bahkan ditempatkan pada dimensi imajiner yang lebih tinggi. Selain itu kita juga tidak bisa seenaknya menganggap A4 lebih tinggi dari C4 hanya karena frekuensi A4 lebih besar jika diterjemahkan dalam desimal. Pada prinsip musik spasial berdasarkan Sound Pressure Level yang dikemas dalam Fletcher Munson Curve, justru nada-nada yang berada di range frekuensi 2000 sampai 5000Hz justru memiliki tingkat kejelasan yang lebih tajam dibandingkan nada pada frekuensi di atas 5000Hz. Opini saya terkait bagaimana harmoni dan melodi dianalogikan sebagai susunan horizontal dan vertikal hanya untuk mempermudah manusia dalam memahami dan mentransfer pemahaman antar manusia, dan juga adanya keterbatasan media tulis dan kemampuan manusia sehingga musik yang tadinya imajiner divisualisasikan dalam media kertas/layar dua dimensi.


Perdebatan mana yang lebih dahulu antara melodi dan harmoni bagi saya tidak akan pernah menemukan titik terang yang teramat jelas. Walaupun Hegel telah berpendapat bahwa melodilah yang terdahulu berdasarkan sejarah musik abad pertengahan dan renaisans, namun Hegel lupa bahwa pada sejarah musik Yunani kuno ditemukan berbagai artefak yang menggambarkan lyra sebagai instrumen dengan berbagai senar, membuktikan manusia telah mengeksplorasi harmoni jauh sebelum abad pertengahan dan renaisans. Belum lagi bagaimana Pythagoras pada 300SM meneliti rasio interval konsonan yang berarti harmoni telah dipertimbangkan pada era tersebut.